shakira

on Senin, 13 Februari 2012
Sore ini, udara terasa begitu sejuk,angin pelan menerpa padang pasir yang begitu luas...,burung-burung beterbangan kembali ke sarangnya...,sungguh indah pemandangan kota Alexandria yang penuh dengan kekuatan cinta..,
Seperti biasa,setiap sore menjelang magrib,aku selalu duduk di lantai dua apartemen ku..,sambil melihat-lihat indahnya kota Alexandria yang begitu indah mempesona,ahir-ahir ini perhatian ku tertuju pada sesuatu yang menurutku amat sangat luar biasa..,
Seorang gadis mesir yang berparas bagaikan bidadari,telah berhasil mencuri hatiku..,dengan kerudung yang ia pakai semakin membuat hatiku bedebar ketika ku menatapnya,walaupun hanya dari lantai dua aprtemenku..,
Sore ini kembali aku ingin menatap bidadari pujaan hati itu.,seperti biasa aku memperhatikannya hanya dari lantai dua apartemenku,tapi walaupun telah lama aku melihatnya setiap sore lewat dari depan apartemen..,aku belum juga mengetahui siapa namanya,aku belum punya keberanian untuk menanyakan hal itu..,
Namun,semakin ku tahan semakin aku tak berdaya,ahirnya aku putuskan untuk memberanikan diriku menanyakan namanya..,begitu aku sadar bahwa pasti sebentar lagi ia akan lewat dari depan apartemen,aku lansung melangkahkan kaki menuruni satu demi satu anak tangga,hingga ahirnya aku sampai di depan..,
Hatiku berdebar-debar menunggu kehadirannya..,aku bingung harus memulai dari mana..,menanyakan namanya lansung..,lalu berkanalan,atau lansung mengenalkan diriku..,aku harus bagaimana...,?,ya Allah tolong hambamu ini..,
Jantung ku berdebar semakin cepat begitu tahu,kalau orang yang aku tunggu telah muncul dan hampir dekat dengan ku..,aku lansung memberanikan diri..,kalau memang aku laki-laki aku harus berani..,
“Ayo Adham..,kamu pasti bisa..,harus bisa..,?”
Gadis itu semakin dekat..,hati ku semakin berdebar..,ahirnya..,
“Afwan ukhti..,”
Sapa ku tiba-tiba..,aku bingung..,gadis itu dan seorang temannya melihat ke arahku..,ya Rabbi..,cantik sekali dia..,
“baru pulang..,?”
Tanya ku basa-basi..,gadis itu dan temannnya tersenyum..,semakin cantik parasnya itu..,
“Afwan..,mengganggu perjalanannya..,ismi Adham..,ana orang baru di sini kalau boleh ana tahu,nama ukhti-ukhti ini siapa karna ana sering melihat ukhti-ukhti ini lewat dari sini..,?”
Aku terus mencoba memberanikan diri..,hari ini aku harus bisa tahu namanya..,agar aku bisa semakin dekat dengannya..,
“Ismi Najwa..,wa hiyaa shahibati Syakira..,?”
Sahut temannya..,gadis itu hanya tersenyum padaku..,syakira nama yang cantik serasi sekali dengan pemiliknya..,ya Allah begitu sempurnanya ciptaan-Mu ini,syakira bagaikan bidadari yang turun dari langit..,
“Kalau boleh saya tahu..,ukhti baru pulang dari mana..,?”
Tanya ku lagi,aku semakin berani..,
“Kami baru pulang dari mesjid..,ada pengajian rutin selama 5 bulan ini,jadi setiap sore kami pergi ke sana..,”
Jawab najwa.,sedang syakira hanya diam dan lebih memilih terseyum..,sebenarnya aku ingin mendengar suaranya..,orang yang parasnya begitu cantik pasti memiliki suara yang indah pula..,
“Afwan akhi..,kami harus pulang dulu..,ini juga sudah hampir magrib..,takutnya nanti kemalaman..,Assalamualaikum..,”
Mereka pamit kepada ku..,aku hanya mengangguk..,sebenarnya berat rasanya melepaskan kepergian mereka,apalagi syakira.,mereka pun berlalu sebelum jauh shakira membalikkan wajahnya ke arahku..,lalu memberikan senyum yang begitu indah..,hati ku kembali berdegug dengan kencangnya,aku berusaha mengendalikan diri ku..,shakira..,semoga saja belum ada orang yang memilikimu..,
Malamnya aku tak bisa tidur..,bayangan shakira selalu menghampiriku setiap waktu,Rabbi apakah ini yang di namakan cinta..,apa aku benar-benar jatuh cinta pada wanita ini..,rasa ini tak pernah ku rasakan sebelumnya..,apa yang harus aku lakukan..,
Setelah berfikir sejenak.,ahirnya terlintas di benakku untuk mengutarakan isi hati ku pada shakira..,tapi..,apa tidak terlalu cepat?,aku takut kalau terlalu cepat ku utarakan shakira malah akan takut padaku..,akh..,!!,aku sungguh bingung..,
“Ah..,!,kenapa tidak aku katakan melalui surat saja..,?,baiklah..,aku akan mengatakannya melalui surat,dan surat itu akan ku berikan ketika ia pulang mengaji besok..,baiklah kalau begitu..,”
Aku bangkit dari tempat tidurku menuju meja,aku kemudian mengambil selembar kertas dan pulpen..,dengan rasa cinta yang membara aku pun mulai menulis satu demi satu kata-kata indah tentang bagaimana perasaanku yang sebenarnya terhadap shakira..,
Tampa sadar sudah hampir satu lembar aku menulis,tak ingin terlalu panjang aku lansung menyudahi menulis,lalu memasukkan kertas itu ke sebuah amplop cantik..,dan menatanya dengan rapi dan indah..,selesai sudah surat yang ku buat.,kini aku bisa tidur dengan tenang..,
KE ESOKAN SORENYA..,
Aku terus mondar-mandir di depan apartemen..,jam segini seharusnya shakira dan najwa sudah pulang..,
“Apa mereka pulang telat hari ini..,?”
Kembali ku lirik jam tanganku..,tak lama kemudian orang yang aku tunggu pun datang,namun yang datang hanyalah Najwa dan aku tidak melihat Shakira bersamanya..,
“Assalamualaikum najwa..,!”
“Waalaikum salam..,akhi?ada apa..,?”
Aku memegang surat yang ku tulis semalam sejenak..,
“Sendiri..,?Shakira mana..,?”
“O..,Shakira..,hari dia tidak datang,katanya ada pekerjaan yang harus ia kerjakan limazaa akh..,?”
Aku sedikit kecewa sebenarnya aku ingin Shakira sendiri yang menerima surat dariku,sejak tadi pagi aku sudah membayangkan bagaimana wajah Shakira saat menerima surat itu..,
“Ah..,pasti wajah Shakira akan terlihat lebih anggun ketika ia menerima suratku..,!”
“Afwan akhi..,kenapa melamun..,?”
Teguran Najwa membuyarkan lamunanku,aku jadi salah tingkah di buatnya..,
“laa, laa ba’saa, begini saja,hmn...,tolong berikan ini pada Shakira,bilang dari Adham suruh dia untuk membacanya ya..,?”
Aku membarikan surat itu pada Najwa,Najwa memandangi surat itu lalu juga memandangiku,ia tersenyum tipis lalu menganggukan kepalanya..,
“Thaib akhi,sa u’ti haza ilaiha”
Aku tersenyum keatas Najwa,hatiku berharap semoga Syakira mau menerima suratku dan mudah-mudahan ia juga mau membalas rasa yang aku miliki ini semoga saja..,
“Akhi..,ana harus pulang dulu,sudah sore sekalian ana mau menyampaikan surat ini,Assalamualaikum akhi..,”
“Waalaikum salam..,hati-hati ya”
Najwa berlalu meninggalkanku..,aku terus memandanginya hingga ia tidak terlihat lagi oleh mata,hati terus berharap agar Shakita mau membaca suratku..,
Waktu terus berlalu,aku tak sabar lagi menuggu hari esok..,tiap kali aku membayangkan wajah Shakira hatiku berdetak sangat cepat..,aku sendiri juga aneh..,rasa cinta ini sepertinya sangat besar terhadap Shakira sang bidadari Alexandria..,
******
“Assalamualaikum”
Aku mendengar suara orang memberikan salam dari arah depan.,aku lansung mematikan komputerku lalu berjalan menuju pintu..,
“Waalaikum salam..,intadhir suayyan”
Perlahan pintu pun terbuka..,dari luar terlihat Najwa berdiri di depan pintu..,hatiku lansung gembira melihat Najwa datang,di hati ku terus menebak-nebak apa yang akan di katakan Najwa
“Jazaa liljulus ukhti..,”
Aku mempersilahkan Najwa duduk di ruang tamu...,
“Shukran akhi..,maaf sebelumnya ana datang ke rumah akhi..,ana kesini cuma untuk mengantarkan surat dari Shakira..,balasan dari surat yang akhi berikan pada ana kemarin..,”
Hati ku berdetak semakin kencang..,apa yang akan di katakan Shakira dalam suratnya ini..,aku tidak sabar lagi untuk membacanya..,
“Ini akhi suratnya..,”
Aku lansung mengambil surat itu dan membukanya perlahan-lahan..,aku terus berdo’a di dalam hatiku semoga Shakira mau menerima cintaku..,
“Tapi akhi..,ada satu pesan dari Shakira untuk akhi..,”
Aku mengerutkan keningku..,pesan apa yang di maksud oleh Najwa..,
“Kalau boleh ana tahu..,pesan apa..,?”
“Shakira bilang..,apapun keputusan yang di ambil oleh Shakira itu adalah keputusan yang terbaik..,”
Sebenarnya aku tidak mengerti apa yang di katakan oleh Najwa..,seperti ada sesuatu yang ia sembunyikan..,tapi apa..,?hatiku bertanya-tanya apa sebenarnya yang terjadi..,apa nanti Shakira akan menolakku..,?
Hatiku yang semula sangat bersemangat mendadak jadi lesu..,aku jadi gundah..,kenapa ini sebenarnya..,?
Tampa menunggu lama aku lansung membuka surat itu..,








Assalamualaikum wr,wb
Untuk akhi Adham di tempat..,
Dengan hormat..,
Sungguh ana begitu tersanjung dengan surat yang akhi kirimkan melalui Najwa..,sebelumnya ana berterima kasih karna akhi sudah mau mencintai ana walaupun sebenarnya kita baru bertemu sekali..,
Ana sangat menghargai perasaan akhi..,ana juga tahu kalau akhi benar-benar serius terhadap apa yang akhi katakan..,tapi sebelumnya ana minta maaf jika mungkin keputusan yang ana ambil ini kurang berkenan di hati akhi..,
Akhi adalah orang yang baik..,dan ana tahu itu.,semua orang pasti senang kenal dengan akhi..,begitu juga dengan ana dan Najwa..,tapi ana rasa ana tidak pantas untuk akhi.,maaf sebelumnya akhi..,masih banyak di luar sana gadis cantik,soleha,pintar,dan sempurna yang bisa akhi miliki..,bukan ana akhi..,sekali lagi ana mohon maaf apabila ana telah menyakiti hati akhi..,
Tapi ini adalah yang terbaik akhi..,ana harap akhi dapat menerimanya..,sekali lagi ana minta maaf akhi..,

Wassalam..,
Alexandria
Ahad,o9-08-2007..,

Hormat Shakira..,

*********






Hati ku hancur..,Shakira menolakku..,
“Ya Allah..,benarkah yang terjadi..,aku tidak percaya..,apa maksud Shakira menolakku dengan alasan tidak pantas denganku..,”
Hatiku menjerit..,aku berpaling ke arah Najwa berharap ia bisa menjelaskan kepadaku apa yang sebenarnya terjadi..,aku benar-benar tidak bisa menerima ini..,sungguh ini di luar dugaanku..,
“Ukhti..,bisa anti jelaskan apa sebenarnya maksud Shakira dalam surat ini..,?ana sama sekali tidak mengerti..,apa yang sebenarnya maksud Shakira.,tolong ukhti jelaskan.,!”
Najwa menarika nafas panjang,sungguh aku sama sekali tidak mengetahui apa yang sedang di sembunyikan antara Najwa dan Shakira.,
“Sebelumnya ana minta maaf akhi.,tapi akhi perlu tahu apa yang sebenarnya terjadi.,Shakira bukan gadis sempurna seperti yang akhi pikirkan.,di balik semua kesempurnaan yang dimilikinya Shakira punya satu kelemahan yang sangat menonjol.,”
“Maksud ukhti sebenarnya apa.,?tolong jangan membuat ana bingung dengan masalah ini.,ana benar-benar tidak mengerti.,!”
Raut mukaku berubah.,tak pernah aku mengalami masalah seperti ini.,hanya ingin berta’aruf dengan seorang wanita saja begitu susah.,aku mulai merasa marah, aku seperti di permainkan oleh kedua gadis Alexsandria ini..,
“sebenarnya Shakira adalah gadis yang Tunarungu akhi..,karna itulah ia tidak bisa menerima akhi.,karna ia takut kalau akhi tidak bisa menerima kekurangannya..,!”
Langit seolah runtuh, tubuhku lansung lemah urat nadiku seolah putus dan tulang-tulangku seakan-akan terlepas.
Aku mundur beberapa langkah, lalu memegang dinding apartemenku aku berusaha mengatur nafasku dengan baik.
“Ana yakin, nanti pada waktunya ahi pasti akan mendapatkan wanita lain yang lebih baik dari Shakira, dan insya Allah wanita itu pasti bisa memberika kebahagiaan yang tidak akhi dapat dari Shakira”
“Jadi Shakira adalah gadis tunarungu?, tapi…..tapi itu bukan alasan yang jelas Najwa, a….aku mencintainya dan aku akan menerima dia apa adanya, katakana itu padanya Najwa, aku…..aku ingin dia menjadi milikku hanya itu”
Bicaraku jadi terbata-bata, kakiku sudah tidak sanggup menahan tubuhku ini.aku lansung terduduk lemas di depan Najwa, ini benar-benar di luar dugaan ku, gadis yang semula aku fikir adalah gadis yan sempurna ternyata adalah seorang gadis tunarungu.
“Akh, masih ada gadis lain yang lebih sempurna, ana yakin orang baik seperti akhi pasti bisa mendapatkan wanita yang baik juga, jangan pernah menyerah akh, ana pamit dulu, Assalamualaikum”
Sepertinya Najwa juga tidak sanggup melihat keadaanku, ia lalu pamit untuk pulang, sementara aku masih tertegun mengingat apa yang telah terjadi.
“Ya Allah, engkau maha mengetahui, aku yakin di balik semua peristiwa ini aka nada hikmah yang dapat ku ambil, semoga suatu saat aku bisa menamukan gadis lain yang bisa menggantikan posisi Shakira d hatiku”
Aku terus beristigfar di hatiku, baru kini aku sadari bahwa manusia hanya bisa merencanakan dan yang menentukan semua hayalah Allah, dia yang maha perkasa.
Hari masih terus berlanjut tampa bisa ku hentikan, seperi biasanya ketika sore menjelang magrib aku selalu duduk di lantai dua apartemenku, setidaknya untuk melihat indahnya Alexandria ketika sore hari.
Bidadari itu sudah tidak terlihat lagi sekarang, aku tidak tahu kenapa, apa mungkin karna dia malu untuk bertemu denganku atau memang dia menghidar. Aku sama sekali tidak tahu, dan sekarang aku akan berusaha untuk melupakan bidadari Alexandria itu,
Ku pandangi indahnya matahari senja yang perlahan-lahan mulai menghilang berganti dengan rembulan yang menawan. Angin senja berhembus lembut membawa kedamaian.


Kota ini akan menjadi sejarah dalam hidupku, kota indah yang telah mempertemukan aku dengan banyak orang, dan terlebih aku bisa bertemu bidadari yang sangt beharga di kota ini.
Kisah ini akan selalu aku ukir di dalam hatiku, tentang seorang gadis cantik yang amat ku puja namun tidak bisa menjadi milikku. Gadis itu bernama Shakira.

By writer :
Alyssa Fajria
18 mei 2010
12:42


sendiri

on Selasa, 31 Januari 2012

“kamu baik-baik aja kan?”
Ucapku pada perempuan yang baru saja kuselamatkan dari para jambret yang hendak mengambil tasnya, tampa bicara ia lansung mengambil tanganku dan meletakkan uang seratus ribu.
            “Gila”                   
            Bisikku dalam hati, apa yang di lakukan perempuan ini?, kenapa dia memberikannku uang setelah aku menolongnya?
            “Aku rasa itu cukup, permisi”
            Dia lansung pergi tampa menungguku menjawab kata-katanya, seperti tidak pernah terjadi apa-apa dia lansung masuk kedalam mobilnya dan lansung pergi.
            “Apa-apaan ini?, kenapa dia memberikanku uang?, apa maksudnya?”
            Tanpa berfikir panjang langsung ku ambil motorku dan mengejarnya, sebenarnya aku mengenal perempuan itu, namanya Lyssa, dia mahasiswi satu universitas denganku, perilakunya yang sangat aneh membuat dia tidak mempunyai banyak teman, dan sekarang setelah aku menolongnya dari para preman itu dia malah memberikanku uang?, ini benar-benar gila.
*****
            Begitu sampai dikampus lansung ku parkir motorku, hatiku belum tenang kalau belum mengembalikan uang ini, aku menolongnya bukan untuk mengharapkan imbalan apapun.
            “Huh…, apa dia pikir semuanya bisa di bayar dengan uang?”
            Ku percepat langkah ku mencari Lyssa.
            “Do…, tunggu!, buru-buru amat!, mau kemana?”
            Tiba-tiba dari belakang kudengar suara Rian memanggilku, aku pun menoleh kebelakang.
            “Kenapa?, muka kamu kok cemberut begitu?”
            “Liat Lyssa nggak?”
            Dia menggeleng, kutarik nafas panjang lalu duduk di kursi yang ada di dekatku.
            “Memangnya untuk apa kamu cari Lyssa?, tumben-tumbennya.”
            “Gila Rian, benar-benar gila Lyssa itu!”
            “Memangnya kenapa?”
            Akhirnya kuceritakan kejadian yang ku alami tadi dan kutunjukkan juga uang yang diberikan Lyssa kepadaku.
            “Aneh, kenapa dia seperti itu padahal kamu sudah menolongnya.”
            “Itulah yang aku fikirkan sekarang, bantu aku mencari dia!”
            Aku dan Rian akhirnya mencari Lyssa, susah sekali menemukan perempuan itu, aku mulai geram.
            “Do, itu… Lyssanya.”
            Aku melihat Lyssa sedang duduk berdua dengan Tiara, lansung saja ku hampiri mereka.
            “Lyssa”
            Dia melirik kearahku, tapi tidak menjawab panggilanku.
            “Aku kesini untuk mengembalikan uangmu, aku tidak butuh uang ini, kamu fikir, aku menyelamatkan kamu dari para preman itu untuk mendapatkan uang ini?”
            “Aku fikir kamu membutuhkanya, ambil saja”
            Aku semakin geram, kutarik nafas panjang untuk mengendalikan emosiku, ingat Aldo, dia ini perempuan.
            “Kamu fikir, semua hal didunia ini bisa ditukar dengan uang?”
            “Aku fikir begitu, ”
            Sekarang kesabaran ku benar-benar di uji oleh seorang perempuan aneh bernama Lyssa.
            “Ada apa ini?, kamu kenapa aldo?”
            “Temanmu ini, aku menolongnya dari para preman itu karna memang aku ingin menolongnya, bukan untuk memdapatkan uang ini, kalau seperti ini dia sama saka seperti menginjak-injak harga diriku sebagai laki-laki”
            Tiara mulai bingung dengan keadaan ini, dahinya berkerut, sekali ia memandang ke arahku dan Lyssa.
            “Jangan memperbesar masalah, aku tidak pernah memintamu untuk menolongku.”
            Lyssa bangkit dan hendak pergi, aku semakin geram, spontan saja tanganku menarik tanganya, mungkin sedikit kasar tapi Lyssa sendiri yang memaksaku melakukannya.
            “Tidak semua hal di dunia ini bisa dibayar dengan uang, ingat itu!”
            “Terserah!!”
            Lyssa melepas tanganku dengan kuat, aku tidak menyangka kalau dia mempunyai kekuatan yang lumayan besar untuk ukuran seorang wanita, lalu ia lansung pergi.
            “Hei!!”
            “Aldo, sudah, kamu tidak akan menang, Lyssa perempuan yang keras kepala, aku mohon agar kamu mau memaafkan dia, masalah ini biar aku yang bicarakan dengan Lyssa, aku mewakili Lyssa minta maaf ya?”
            Tiara berusaha menenangkanku, aku sedikit lebih tenang, aku berjanji tidak akan mau berurusan lagi dengan perempuan aneh itu, Tiara lalu pamit pergi dari hadapanku, sekali lagi kutarik nafas panjang lalu duduk.
            “Sudah lah Aldo, benar apa yang dikatakan Tiara, Lyssa itu keras kepala dan sampai kapanpun kamu tidak akan menang melawannya, biarkan saja”
            “Tapi dia benar-benar aneh, aku tidak pernah menjumpai wanita seperti dia sebelumnya”
            “Yang aku tahu, dia memiliki masa lalu yang menyedihkan.”
            Aku terdiam, kupalingkan wajahku pada Rian.
            “Maksud kamu?”
            “Dulu, aku sempat satu SMA dengan Lyssa, dia memang dikenal aneh, tidak pernah mau bicara dengan orang lain, kecuali dengan Tiara, sahabatnya dari SMP, tidak ada yang tahu apa sebabnya, banyak yang bertanya pada Tiara tapi Tiara seolah-olah menyembunyikannya, dan sampai sekarang pun belum ada yang tahu kenapa Lyssa menjadi sangat aneh, kecuali Tiara.”
            Penuturan Rian membuatku penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi pada Lyssa, dari hati sepertinya aku mulai menyesal telah memperlakukan Lyssa seperti itu, suasana hening antara aku dan Rian, tiba-tiba tangan sebelah kananku menyentuh sesuatu, aku melirik kearah benda itu.
            “Apa ini?”
            Bisikku dalam hati, sebuah buku diary tebal dengan yang dililit pita bewarna emas.
            “Kenapa?” Tanya Rian memalingkan wajahnya kearahku.
Kubuka lilitan pita emas yang melilit buku diary ini, dramatis mungkin karna lembarannya sudah suram bagaikan buku yang sudah berumur puluhan tahun.
            Selamat datang di dunia ku diary, mulai sekarang kamu akan menjadi keluarga dan teman baru untukku.
            Tulisan itu tertulis dengan rapi disampul depan, kubalik lagi ke halaman berikutnya.
            Diary, sabtu 20 mei 2001
Selamat datang diary, namaku Alyssa umurku sepuluh tahun, aku senang sekali saat ibu memberikanmu untukku, aku jadi punya teman baru, karna nenek, Dimas dan Tia tidak mau berteman bahkan berbicara padaku, aku tidak tahu kenapa mereka seperti itu, tapi sekarang aku tidak perlu sedih lagi karna sekarang aku sudah punya kamu, temani aku sampai tak ada lagi kertas padamu yang bisa aku tulis.
Terimakasih.
            Aku kaget, ini buku diary Lyssa, kenapa bias ada disini?, dan….tulisan yang ada pada halaman kedua diary ini, apakah ini awal dari semua cerita yang berkaitan dengan Lyssa?
            “Hei, apa itu?, buku diary?, milik siapa?”
            Rian menimpaku dengan seribu pertanyaan.
            “Milik Lyssa.” Jawabku singkat.
            “Mungkin dia meninggalkannya disini, kemarikan biar aku mengembalikannya.”
            “Jangan dulu, kamu sama sekali tidak penasaran kenapa tingkah laku Lyssa jadi aneh sekarang?, buku diary ini Rian yang akan menjadi jawabannya, biarkan aku membawanya satu hari saja, setelah itu aku berjanji akan mengembalikannya.”
            Jelasku panjang lebar, kulihat muka Rian tampak bingung, dia lalu menarik nafas panjang.
            “Tapi…., kamu yakin ini tidak apa-apa?”
            “Aku yakin, kita bisa tahu apa yang sebenarnya menimpa Lyssa di masa lalu sehingga dia jadi seperti ini, kalau kita mengetahuinya mungkin kita bisa membantu membuat Lyssa jadi orang yang lebih baik lagi.”
            “Baiklah, tapi jika terjadi sesuatu, aku tidak mau membantumu.”
            “Baik, kalau kamu percaya padaku, itu saja sudah cukup”
            Dia memberikan senyum terpaksanya kearahku, langsung kumasukkan diary itu kedalam tasku lalu kami pun pergi.
*****
            Hari ini adalah hari yang begitu melelahkan bagiku, bagitu sampai dirumah langsung kuparkir motorku di garasi rumah lalu masuk.
            “Huft…..”
            Kuhempaskan tubuhku kekasur, tapi aku kembali ingat akan diary Lyssa, spontan lansung kubuka tasku lalu mengambil buku itu.
            “Semoga saja dari buku ini akan mendapatkan jawaban tentang semua keanehan sifat Lyssa”
            Aku lansung melangkah menuju meja belajarku, dan tanpa menunggu lama lansung kubuka buku diary itu dihalaman ketiga.
            Diary ku… rabu, agustus 2001
            Aku bingung dengan sikap nenek yang sama sekali tidak perduli padaku, dua hari yang lalu nenek sakit dan aku sama sekali tidak boleh masuk untuk menjenguknya, padahal aku dan ibu sudah menyiapkan kue kesukaan nenek, tapi…. Yang membuatku lebih bingung adalah ketika mama Dimas memarahi ibuku, kenapa dia bilang kalau ibuku wanita murahan? murahan itu apa?, aku marah ketika melihat dia menampar ibuku, itu sudah sering terjadi dan aku tidak sanggup melihat ibu dimarahi terus oleh mereka, aku berjanji suatu saat akan kubalas perlakuan mereka kepada ibuku, aku berjanji….
Aku berjanji…..
            Aku masih bingung dengan semua tulisan dibuku yang ada dibuku dihadapanku ini.
            Diary… senin desember 2001.
            Nenek sihir itu, dia meninggal…., biarkan saja, aku sama sekali tidak sedih, walaupun ibu memarahiku karna aku tidak mau melihat dia untuk yang terahir kalinya, aku sama sekali tidak peduli lagi, kenapa ibu masih peduli padanya sedangkan selama ini nenek sihir itu selalu menyiksa ibuku….
Aku tidak peduli….
            Ku lanjutkan kehalaman berikutnya, tapi dihalaman ini aku sangat kaget, ada sebuah foto keluarga, namun seperti sudah tersobek-sobek dengan pisau, kulihat ada foto seorang laki-laki bersama dua orang perempuan yang duduk disamping kiri dan kanannya, dipangkuan perempuan yang duduk disebelah kiri terlihat ada dua orang anak yang tersenyum manis kearah kamera foto, sedangkan dipangkuan perempuan yang duduk disebelah kanan terlihat juga seorang anak perempuan, wajahnya merengut, aku mengerutkan keningku, apakah ini Lyssa?.
            Foto keluarga yang sangat aku benci, aku menyesal kenapa ibu mau menikah dengan Heru Yanto, seharusnya 3 tahun yang lalu aku larang ibu menikah lagi, dan sekarang aku dan ibu harus menanggung kepedihan, bahkan ketika nenek sihir sudah meninggal…
            Tulisan dengan huruf kapital di bawah foto membuat bulu romaku berinding, seperti inikah masa lalu yang dirasakan Lyssa, pantas saja Lyssa tidak pernah mau percaya pada orang lain.
            Aku tak berhenti disana, kulanjutkan membuka kehalaman selanjutnya, semakin kehalaman selanjutnya semakin tragis kisah masa lalu Lyssa, puncak semua masalah ada saat ibu Lyssa meninggal dunia.
Selasa, Juni 2008
            Baru tujuh hari setelah kematian ibu, aku semakin sendiri disini, sepertinya Dimas dan Tia sangat gembira dengan kematian ibu, kesedihan ini masih sangat kurasakan, aku berharap ibu bisa melihatku menuntaskan belajarku di universitas yang sangat ibu sukai, tapi sekarang semuanya tinggal harapan, ibu sudah pergi dan semua harapanku tidak akan terwujud, dan sekarang, aku harus seorang diri menghadapi mereka, haruskah aku terus tinggal dirumah ini?, rumah yang penuh dengan kebencian ini…
Aku benci disini…
            Aku mengelus-elus dadaku yang terasa sakit, baru membaca kisah hidupnya saja aku sudah seperti ini, apa lagi kalau aku harus berada di posisi Lyssa, dari dalam hatiku timbul penyesalan yang teramat sangat dalam, mengingat peristiwa siang tadi dikampus membuatku malu pada diriku sendiri akan apa yang sudah kulakukan pada Lyssa.
            Tapi aku tak berhenti dihalaman ini, kugerakkan tanganku membuka halaman selanjutnya.
            Minggu, 19 Agustus 2008
            Untuk pertama kalinya aku berkata kasar pada papa, aku sudah tidak tahan melihat Dimas dan Tia mengolok-olokku, menghina dan menyiksaku seperti binatang, ditambah lagi dengan mama yang semakin membuat suasana dirumah ini panas, haruskah semua terjadi padaku?
            Rabu, 21 agustus 2008
            Kini aku memutuskan untuk pergi dari rumah, tak perlu memberitahukan papa atau siapapun orang yang ada dirumah ini, aku akan pergi mencari kehidupanku sendiri, dengan caraku sendiri, hidup yang lebih baik lagi tampa harus hidup terus dirumah ini….
            Kring…..
            Saat sedang serius membaca, tiba-tiba saja handphoneku berdering, kulirik kearah layar.
            Rian, memanggil..
            “Ada apa Rian menelpon malam-malam seperti ini?, hallo…”
            “Al, kamu dimana?, Tiara menelponku dan mengatakan Lyssa masuk rumah sakit, dia mengalami kecelakaan saat mencari buku diarynya, kamu cepat datang kemari dan bawa buku Lyssa, aku tunggu kamu dirumah sakit Cempaka sekarang ya?”
            Hatiku berdegug kencang, Lyssa kecelakaan karna mencari buku diarynya?, ya Tuhan apa yang telah aku lakukan?
            “Baik, aku segera kesana, tunggu aku!”
            Segera kututup telponnya lalu bangkit dari kursiku.
*****
            “Maaf suster, pasien bernama Alyssa yang tadi mengalami kecelakaan ada diruang mana?”
            Tanyaku pada salah seorang perawat yang ada dirumah sakit.
            “Pasien bernama Alyssa ada diruang ICU, anda bisa lurus saja lalu belok kiri”
            “Terima kasih suster!”
            “Iya sama-sama”
            Aku semakin mempercepat langkahku, kulihat buku diary Lyssa yang ada ditangan kananku.
            “Ini semua salahku, kalau saja aku tidak mengambil buku ini, Pasti Lyssa tidak akan mengalami kecelakaan, Lyssa, maafkan aku”
            Aku tiba di depan ICU, disana ada Tiara dan juga Rian yang sedang menunggu kabar tentang Lyssa, aku segera menghampiri mereka.
            “Bagaimana keadaan Lyssa?”
            Tiara dan Rian menatapku.
            “Kami belum tahu, dokternya belum keluar”
            Jawab Rian, kulihat mata Tiara sembab, apakah dia menangis?, mungkinkah dia marah padaku?
            “Tiara, maafkan aku, aku tidak menyangka akan terjadi seperti ini”
            “Aku sudah dengar ceritanya dari Rian, mau bagaimana lagi?, semua ini sudah terjadi, aku sudah melarang Lyssa untuk pergi tapi dia sama sekali tidak mau mendengarkanku, sekarang dia harus mengalami hal seperti ini, dan aku sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa!”
            Tangis Tiara kembali pecah, Rian merangkul dan berusaha menenangkannya, aku menarik nafas panjang, kembali kutatap diary yang ada ditanganku.
            “Lyssa, kamu harus bertahan, harus!”
            Tak lama kemudian, dokter yang sudah lama kami tunggu akhirnya keluar, aku, Tiara dan Rian segera mendekati dokter  itu.
            “Bagaimana keadaan Lyssa dok?”
            Tanya Tiara, suaranya masih terisak-isak.
            “Pasien mengalami pendarahan yang sangat hebat dibagian kepala, kami sudah berusaha semaksimal mungkin, kami sudah melakukan segala hal untuk bisa menyelamatkan Pasien, tapi Allah berkehendak lain, Maaf, Pasien tidak bisa kami selamatkan, sabar ya?”
            Bumi seolah runtuh menimpaku, Lyssa, dia sudah pergi?, ya Allah… kenapa ini bisa terjadi?
            “Tidak mungkin dok, Lyssa pasti baik-baik saja, dokter bohong kan?, ayo bilang dokter pasti bohong kan?”
            Tiara mulai berontak, dia menarik-narik baju sang dokter dengan sekuat tenaga mencoba memastikan bahwa temannya Lyssa belum pergi meninggalkannya.
            “Maafkan saya, hanya ini yang bisa kami lakukan, Pasien tidak bisa kami selamatkan”
            Dokter itu lansung pergi, aku hanya bisa terdiam melihat semua ini, Tiara semakin menangis, tangisannya mengiris hatiku, ini semua kesalahanku, ya Allah, ampunkanlah hambaMu ini, kalau saja aku tidak mengambil buku ini, Lyssa pasti tidak akan seperti ini.
            Aku terduduk dikursi tunggu, berkali-kali kutarik nafas panjang, sementara Tiara masih terus menangis, Rian tak henti-henti berusaha menenangkannya, aku tidak pernah menyangka semua ini akan terjadi.
*****
            Gerimis turun, langit seolah ikut menangis dengan kepergian Lyssa, ada banyak orang yang mengikuti pemakaman Lyssa, suasana berkabung sangat terlihat jelas, aku melihat kesekaliling orang yang berada dipemakaman, mataku terhenti pada seorang perempuan paruh baya yang berdiri sedikit jauh dari orang-orang lain.
            Sepintas aku seperti mengenal wanita itu, kembali ku coba memutar ingatanku, dan…
            “Dia ibu tiri Lyssa!”
            aku hafal betul dengan wajah-wajah yang ada di foto diary Lyssa, dia adalah ibu tiri Lyssa, ibu dari Dimas dan Tia, tak berapa lama kemudian, kulihat dia pergi meninggalkan pemakaman.
            Setelah pemakaman selesai, dan semua orang telah pulang, aku melangkahkan kakiku mencari Tiara, aku ingin tahu bagaimana kabarnya, tak berapa lama, aku menemukan Tiara ada di taman belakang rumah Lyssa.
            “boleh aku duduk disini?”
            Tiara menatapku, lalu tersenyum, matanya masih sembab.
            “Tentu” akupun duduk disamping Tiara.
            “Ini buku diary milik Lyssa, maaf aku sudah mengambilnya tampa izin, kalau saja aku mengembalikannya lansung, pasti peristiwa ini tidak akan terjadi, aku sangat menyesal”
            “Sudahlah, ini mungkin sudah jadi takdir Lyssa, inilah yang dia inginkan”
            “Maksud kamu?”
            Tiara memalingkan wajahnya, angin yang berhembus pelan mengerakkan rambutnya yang panjang.
            “Dari dulu dia ingin pergi menyusul ibunya, karna dia merasa dia hanya sendiri disini, kamu tahu kenapa aku bisa dekat dengan Lyssa?”
            Aku mengerutkan dahiku, Tiara kembali melanjutkan kalimatnya.
            “Saat masih SMP, aku juga pernah membaca buku diary Lyssa, dan sejak saat itu aku mulai mengerti apa sebenarnya yang membuat Lyssa begitu diam dan tidak mau bergaul dengan orang lain, dan sejak saat itu juga aku menjadi teman sekaligus keluarganya”
            Tiara lalu berhenti dan mengambil buku diary Lyssa yang kuletakkan disamping kirinya.
            “Saat Lyssa kabur dari rumah, dia tidak membawa apa-apa, hanya beberapa baju dan buku, dia datang kerumahku dan menceritakan semuanya, lalu ayahku memintanya untuk tinggal bersama kami, itu tidak berlangsung lama, setahun yang lalu ayah tirinya meninggal, dan memberikan sepertiga harta warisan kepada Lyssa, semenjak saat itu hidup Lyssa berubah menjadi lebih baik, dia mendapatkan rumah ini, mobil dan juga perkebunan teh”
            “Aku belum membaca sampai kesana”
            “Ya, lembaran buku ini habis dengan semua kisah pahit hidup Lyssa, tapi sekarang dia sudah tenang, disana, dia pasti bisa bertemu dengan ibu dan ayahnya, dan dia tidak akan sendiri lagi, kini aku yang menjadi sendiri”
            Tiara menundukkan wajahnya, kulihat dia kembali meneteskan air mata.
            “Tapi aku juga bahagia kalau Lyssa bahagia, kesendirianku ini tidak sebanding dengan kesendirian yang dirasakan Lyssa”
            Suasana menjadi hening, kurasakan angin dengan lembut menerpa wajahku, kuletakkan tanganku dipundak Tiara.
            “Tenang, aku yakin Lyssa pasti akan bahagia disana”
            Tiara tersenyum kearahku, kini aku baru sadar akan satu hal, kita tidak bisa menilai seseorang hanya dari luarnya saja, mungkin saja sesuatu dimasa lalu sudah merubah sikap dan perilakunya, tergantung dari orang yang berada disekelingnya yang bersedia membantu atau pun tidak agar orang tersebut bisa kembali kepada lingkungannya.
            Sekarang aku yakin Lyssa pasti sudah tenang dan bahagia disana, dan satu sangat berarti yang akan dirasakan Lyssa, dia tidak akan lagi merasa SENDIRI…

THE END
            

Mistake

on Jumat, 27 Januari 2012
Jam tanganku menunjukkan pukul 11;00, aku telat satu jam untuk datang ketempat latihan vocal.
            “semoga mereka tidak marah, pak!, bisa cepat sedikit?”
            Ujarku pada Pakde, supir keluarga kami, tanpa pikir panjang Pakde lansung mempercepat jalan mobilnya.
            Tepat jam 11;15 aku sampai, tanpa menunggu lagi, aku lansung melangkah masuk kedalam tempat latihan, seperti yang kuduga, semuanya sudah menunggu kedatanganku.
            “Maaf, aku telat”
            Kataku sambil masuk, semua mata lansung melihatku.
            “Ya, selalu seperti ini” Ujar kak Putra tiba-tiba.
            “Sudah satu jam kamu telat dan yang cuma kamu bilang maaf?”
            Kak Dimas tiba-tiba bangun dan meletakkan gitarnya sambil terus menatapku.
            “Aku kan sudah minta maaf kakak”
            “Sebenarnya, kamu yang membutuhkan kami, atau kami yang membutuhkan kamu?, festifal musik ini untuk kamu Citra, bukan untuk kami”
            Sahut Rian tiba-tiba, aku terdiam, semarah itukah mereka padaku, kulihat Nina hanya menunduk sambil terus terdiam, biasanya dia selalu membelaku, tapi kenapa hari ini tidak?
            “Sekarang kita ambil keputusan?, kamu masih mau bergabung dengan kami atau tidak?” suara kak Dimas memecah suasana yang beku.
            “Maksud kakak?”
            “Kami tidak mau bekerja sama dengan orang yang selalu hanya mementingkan diri sendiri, yah…, kami tahu, studio ini milik pamanmu, tapi kami tidak pernah meminta untuk dimasukkan kedalam grup ini, kalau kamu memang tidak mau bekerja sama lagi, kita bisa bubar sekarang”
            Aku keget, kenapa kak Putra berkata seperti itu?, aku sangat membutuhkan mereka, akan ada festifal musik minggu depan, dan aku tidak akan berarti apa-apa tanpa mereka.
            “Kakak kenapa bicara seperti itu, aku kan sudah minta maaf, kenapa kita harus bubar?, minggu depan ada festifal musik, aku sudah mendaftarkan grup kita, sekarang?, kakak minta bubar begitu saja?”
            “festifal ini untuk kamu, bukan untuk kami”
            “Ini untuk kita kak!”
             “Kalau untuk kita, kenapa kamu sama sekali tidak bisa tepat waktu?, sibuk apa kamu?, sampai-sampai harus telat sampai satu jam, minta maaf saja tidak cukup, ada setiap orang yang punya kesibukan masing-masing, karna kamu!, waktu kami terbuang sia-sia”
            Nina yang semula diam kini ikut angkat bicara, dia tidak membelaku hari ini, malah justru membuatku semakin tersudut. Hatiku berdetag keras sekali, sekarang aku mulai marah.
            “Aku kan sudah minta maaf, kalau kalian mau pergi, pergi saja!”
            Bicaraku setengah membentak, mendengar hal itu, Rian membanting stick drumnya lalu dengan muka yang merah keluar dari ruangan.
            “Baik, kalau itu mau kamu, kami keluar!”
            Tampa banyak bicara lagi, kak Dimas dan kak Putra lansung meninggalkan ruang latihan, tinggal Nina sekarang yang hanya duduk diam sambil menatap tajam kearahku.
            “Jangan menyesal, mulai sekarang, anggap saja kita tidak pernah kenal”
            Selesai mengucapkan kalimat itu, Nina lansung berdiri dan melangkah ke arahku.
            “Aku ingin melihat, bisa apa kamu tanpa kami, semoga berhasil”
            Dia menepuk pundakku dan memberikan senyuman yang sangat aku benci lalu ikut pergi, kini aku tinggal aku sendiri dengan semua alat music yang bisu disini.
            “Akan aku buktikan, aku bisa tanpa mereka, tapi…, apa yang harus aku lakukan sekarang?”
*****
            Aku mulai kebingungan menciptakan nada untuk lagu yang baru, padahal festifal musiknya hanya tingal beberapa hari lagi, aku belum bisa menyiapkan apapun sekarang.
            “Aku ingin melihat, bisa apa kamu tampa kami?”
            Kata-kata Nina kembali terngiang ditelingaku, aku menarik nafas panjang lalu menghembuskannya, dari hati rasa pesimis itu mulai muncul, mungkinkah aku memang tidak bisa apa-apa tanpa mereka?.
            Kulangkahkan kakiku kejendela kamar, sebenarnya aku dan Nina adalah tetangga, kami berteman sejak Sekolah Dasar, dan sekarang aku tahu Nina sangat marah padaku, aku sadari mungkin selama ini aku terlalu mengharapkan bantuannya.
            Dari balik malam kulihat Nina sedang duduk diblakon kamarnya, aku ikut keluar keblakon kamar, tak sengaja dia melihatku sejenak mata kami bertemu, tapi kemudian dia lansung masuk kekamarnya.
            “Nin tunggu”
            Panggilanku tak digubris olehnya, dia lansung masuk tampa melihat kearahku, rasa bersalahku semakin dalam, aku baru sadar kalau kesalahan yang aku lakukan sangat fatal untukku.
*****
            “Pa, tolong carikan orang baru yang bisa masuk kedalam grup music Citra, minggu depan akan ada festifal music dan Citra belum mempersiapkan apa-apa”
            Ucapku disela sarapan pagi, mendengar perkataanku, papa berhenti mengunyah rotinya.
            “Orang baru?, kamu kan sudah punya grup sendiri, untuk apa harus mencari orang baru segala?”
            “Ceritannya panjang, pa…, tolong…, kali ini saja, ya?”
            Papa menyudahi makannya lalu bangun dari kursi sambil mengambil tas kerjanya.
            “Jangan selalu meminta pertolongan pada orang lain, sekali-kali kamu harus bisa menyelesaikan masalahmu sendiri, lagi pula menurut papa, untuk apa menganti orang yang lama?, itu malah akan semakin menyendat kamu untuk mengikuti festifal itu”
            “Benar apa yang dikatakan papa sayang, memangnya ada masalah apa sampai kamu mau teman-temanmu diganti dengan orang lain?, kalian kan sudah lama main music bersama-sama”
            Sambung mama, aku mulai jengkel, kenapa papa tidak mau membantuku, begitu juga dengan mama, kali ini tidak ada yang berada dipihakku, setelah selesai sarapan aku lansung berangkat sekolah dengan diantar oleh kak Radit.
            “Kakak sudah tahu apa masalahnya, ini memang kesalahan kamu dan kamu tidak bisa menuntut untuk mengganti mereka dengan orang yang baru, minta maaf saja maka semua masalahnya akan selesai”
            “Tapi kak, mereka marah sama aku dan aku tidak tahu kapan mereka akan memaafkan aku, festifalnya tinggal beberapa hari dan kalau tidak ada mereka, aku tidak bisa ikut festifal itu”
            Kak Radit tersenyum mendengar ucapanku,
            “Kamu terlalu manja, pokoknya kali ini kakak tidak bisa membantu kamu, selesaikan masalah ini sendiri ya?”
            Ujar kak Radit didepan sekolah lalu lansung pergi tampa memberikan solusi apapun dari masalahku, bukannya member solusi malah menasehatiku, dengan hati kesal aku melangkah menuju kelas, tapi tak kusangka saat hendak masuk aku berpapasan dengan Nina.
            Hatiku berdegug dengan keras lagi, rasa bersalah itu kembali menyelimutiku, tapi masih sama dengan sikapnya semalam, Nina sama sekali tidak menegur atau bahkan melihat kearahku, dia terus saja berjalan seolah tidak pernah mengenalku.
            “Anggap saja kita tidak pernah kenal”
            Kata-kata itu, apa Nina benar-benar marah denganku? apa yang harus aku lakukan sekarang?
Tet…
            Suara bel istirahat berbunyi, seketika kelas menjadi sunyi hanya tinggal aku dan Nina didalam, haruskah aku bicara dengannya?
            “Hai”
            Sapaku dan lansung duduk didepannya, namun sapaku tidak dibalas.
            “Nina” Sapaku lagi.
            “Ada apa?”
            Setelah sekian lama, hanya kata-kata itu yang keluar dari mulutnya.
            “Kamu marah?”
            “tidak”
            Tiba-tiba Nina bangun dari kursinya dan hendak pergi, spontan kutarik tangannya, dia berbalik sambil menatapku.
            “Lepas, jangan ganggu aku”
            “Tapi salahku apa Nin?, kemarin aku cuma telat, sekarang?, kamu malah menjauh dan bahkan tidak mau menegurku, ada apa?”
            “Aku tahu, kamu tidak pernah serius dengan grup music itu, tapi kenapa baru sekarang kamu ungkapkan semuanya?”
            Aku bingung apa yang dimaksud oleh Nina, tidak serius dengan grup music kami?
            “Aku sama sekali tidak mengerti dengan apa yang kamu maksud”
            “Ikut aku!”
            Nina menarik tanganku dengan kuat sampai akhirnya kami tiba didepan majalah dinding sekolah kami.
            “Baca ini!”
            Mataku melirik kesebuah kertas dengan warna biru, diatas kertas aku melihat sebuah tulisan “Gosip terpanas SMA Kartika”, aku masih belum mengerti, kulirik keparagraf selanjutnya.
            “Citra, memutuskan untuk keluar dari grupnya dan memilih untuk bersolo, Citra mengatakan kalau solo akan lebih menguntungkan baginya kedepan dibandingkan harus bercimpung didalam grup musik
            Mataku terbelalank, siapa yang menulis ini semua?, kapan aku mengatakan ingin keluar dari grup?, atau jangan-jangan..
            “Cit, bagaimana menurut kamu?, akan lebih menyenangkan bermusik secara grup atau sendiri?”
            Aku ingat dengan kejadian 3 hari yang lalu, aku didatangi oleh beberapa orang wartawan majalah dinding sekolah, tetapi seingatku, mereka hanya menanyakan pendapatku, aku tidak  pernah menyatakan ingin keluar dari grup.
            “Sekarang semuanya sudah jelas?, ini yang membuat kami semua marah, kami memang bukan apa-apa, hanya orang belakang panggung yang perannya memberikan kamu music, tapi seharusnya, kalau kamu memang ingin keluar dari grup, tidak perlu menyebarkannya kepada wartawan majalah dinding sekolah”
            “Nin, dengar dulu penjelasan aku, aku sama sekali tidak pernah mengatakan hal ini pada wartawan majalah sekolah, ini semua salah paham”
            Tidak menjawab penjelasanku, Nina lansung pergi aku terus memanggilnya tapi dia sama sekali tidak mau menoleh kebelakang, ya ampun…, seharusnya aku lebih hati-hati dengan perkataanku.
*****
            “Lho, Citra rupanya, cari Nina ya?”
            Hari ini aku putuskan untuk meminta maaf kepada Nina, aku tahu aku salah tapi hanya ini yang bisa aku lakukan sampai Nina mau memaafkanku.
            “Iya tante, Ninanya ada?”
            “Ada, sebentar ya tante panggilkan”
            Tante Vina berlalu dari hadapanku, hatiku masih terus berdetag dengan cepat, maukah Nina menemuiku?.
            “Ada apa?”
            Tiba-tiba suara Nina membuyarkan lamunanku.
            “Akhirnya kamu keluar juga, aku mau bicara Nin, kamu harus dengar dulu penjelasanku”
            “Untuk apa?, aku rasa tidak ada lagi yang harus di bicarakan, semula aku memang sabar menghadapi sikap manja kamu itu, tapi semakin lama kamu semakin menjadi-jadi Citra, aku sudah tidak kuat”
            Aku menunduk, terlintas olehku akan semua kesalahan yang telah aku lakukan padanya, tapi dia selalu memaafkanku hanya saja aku yang tidak pernah sadar dan terus melakukan kesalahan, sekarang Nina sudah beran-benar marah padaku.
            “Aku minta maaf Nin, Cuma itu yang bisa aku katakan, tolong, kasih aku kesempatan”
            “Sudah berulang kali aku kasih kamu kesempatan, sulit untuk memberikannya lagi, sekarang lebih baik kamu pulang, tidak ada gunanya kamu disini”
            Tampa menunggu jawabanku, Nina lansung masuk kedalam rumahnya dan lansung menutup pintu.
            “Nin, tolong dengarkan dulu, beri aku kesempatan, aku mohon”
*****
            “Kamu didalam sayang?” Ku dengar suara mama dari balik pintu, aku bangun dari tempat tidur, menghapus air mataku dan membuka pintu.
            “Boleh mama masuk?”
            “Mama…”
            Ucapku sambil memeluk mama, air mataku mengalir lagi, hatiku sakit sekali karna Nina tidak mau memaafkanku, satu hal yang aku inginkan disaat seperti ini, pelukan mama.
            “Ma, Citra udah buat kesalahan yang besar, Citra bingung bagaimana cara menyelesaikannya, sekarang Citra harus kehilangan Nina, Citra sedih ma..”
            Mama mengelus kepalaku yang tidur dipangkuannya, rasanya nyaman sekali.
            “Mama sudah tahu masalahnya, ini adalah sebuah rintangan untuk kamu, yang perlu kamu lakukan sekarang adalah terus berjuang, mama yakin, secepatnya Nina pasti akan memaafkan kamu, asalkan kamu mau meminta maaf dengan tulus”
            “Tapi ma, Nina mungkin tidak mau memaafkan Citra lagi, selama ini Citra selalu melakukan kesalahan dan Nina tetap mau memaafkan, tapi kali ini, ini semua karna wartawan majalah dinding sekolah itu ma, ini semua karna mereka”
            “Mereka hanya penyebab, bukan yang salah, sekarang melihatlah kedepan dan coba untuk memperbaiki semua, satu hal lagi, rubah sikap manja kamu itu, adakalanya orang tidak suka berhadapan dengan orang yang manja, mengerti?”
            Aku mengangguk, malam ini mama berhasil membuatku tenang, hatiku sedikit lega, malam terus berjalan begitu juga dengan waktunya, dipangkuan mama aku mataku mulai tertutup.
            “Aku teman kamu kan?” tanyaku pada Nina.
            “Tentu, kita teman dan akan terus jadi teman, jangan buat kesalahan yang bisa membuat pertemanan kita jadi keruh ya?, kamu mau kan?”
            “Baik lah, aku janji!”
            Kenangan itu kembali terlintas dipikiranku, saat-saat indah bersama Nina, apa semua harus berakhir dengan cara yang seperti ini?, aku tidak mau sama sekali tidak mau, hidupku adalah hidup Nina, hidup Nina adalah hidupku.
            “Nina, aku salah”
            Air mataku mengalir lagi, menangis lagi, rasanya pedih sekali kalau aku harus mengingat semua kesalahanku.
            Hari-hariku terus berlanjut, tidak terasa festifal music hanya tinggal 1 hari lagi, tapi hubunganku dan Nina tidak berubah sama sekali, dia masih belum mau menegurku, untuk hari festifal, aku pasrah.
*****
            Semua orang sudah berkumpul, tentunya dengan grup mereka masing-masing, hanya aku yang duduk sendiri di kursi tunggu peserta, semangat hidupku meredup seketika aku melihat para peserta lain terlihat kompak dengan anggota mereka.
            “Bagaimana sayang?, jangan gugup ya?” Tiba-tiba mama datang menghampiriku, dan duduk disampingku.
            “Tapi Citra tidak mungkin sendiri ma, semuanya punya grup tapi Citra Cuma sendiri, Citra takut ma”
            “Kamu tidak sendiri, ada mama disini”
            Mama tersenyum kearahku, lalu kemudian bangun dan melangkah pergi, aku sendiri lagi, tanganku mulai dingin kutarik nafas panjang untuk menenangkan kembali hatiku.
            “Peserta selanjutnya, kepada nomor 55 diharap agar segera untuk naik kepanggung”
            Hatiku berdetag semakin cepat, aku mencoba bangun dari kursi perlahan-lahan dan mulai melangkah keatas panggung, udara diatas panggung seolah menusuk tulangku, semua mata tertuju padaku saat aku sampai diatas panggung.
            Suasana lansung hening, kucoba mendekati pengeras suara yang ada di tengah panggung.
            “Selamat malam semuanya, pertama-tama saya ingin berterimakasih pada protokol yang telah memanggil nama saya, semuanya tentu heran dan bertanya-tanya kenapa saya sendiri diatas panggung ini”
            Kembali kutarik nafas panjang.
            “Dari hati yang paling dalam, saya ingin meminta maaf pada teman-teman saya, kak Putra, kak Dimas, Rian, dan terutama Nina atas kesalahan yang sudah saya lakukan”
            Suasana yang hening menjadi semakin hening, semua orang hanya terdiam tak bersuara.
            “Kami sudah memaafkan kamu”
            Aku kaget mendengar suara seseorang dari belakang, begitu kulihat yang datang adalah kak Putra, Kak Dimas, Rian, dan orang yang sangat aku tunggu Nina. Mereka tersenyum dan lansung menuju alat music mereka masing-masing, aku sangat terharu akhirnya mereka memaafkanku.
            Festifal music berjalan dengan lancar, bagiku itu sudah lebih baik, dan yang semakin membuatku senang adalah kehadiran teman-temanku, selesai tampil tak lama kemudian juri mengumumkan siapa yang menjadi pemenang, dan…
            “Dan juara yang pertama, dengan sangat bangga kami berikan kepada peserta nomor 55, berikan tepuk tangan untuk mereka”
            Semuanya bahagia, terlebih seperti yang aku rasakan, aku bahagia sekali hari ini, dua hal yang sangat beharga aku rasakan hari ini.
            “Terima kasih Nina, sudah mau memaafkanku”
            Kutarik tubuh Nina lalu memeluknya, Nina membalas pelukanku, terima kasih Nina, terimakasih sudah memaafkan kesalahanku, aku berjanji tidak akan membuat kesalahan lagi. Terimakasih…
Kenangan ini tidak akan pernah aku lupakan, akan kujadikan kenangan ini sebagai cerita terindah yang pernah ada dalam hidupku, cerita TERBAIK DARI SEMUA CERITA…

THE END